HILAGNYA KREDIBILITAS DAN PROFESIONALITAS GURU DALAM PENDIDIKAN

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah

Saat ini guru tidak lagi menempat posisi paling atas untuk dijadikan teladan dalam pembentukan moralitas anak didiknya. Karena disamping guru merupakan pendidik dan pengembang intelektualitas juga tak lebih dari profesi diri yang cenderung mengabaikan moralitas anak didik tersebut.
Kita ketahui bahwa citra guru dewasa ini relatif kurang mendapat penghargaan, baik dari anak didik maupun masyarakat deibandingkan dengan citra profesi lainnya yang dapat memberikan jaminan hidup yang relatif lebih baik dibandingkan dengan profedi guru. Betapa sulitnya saat ini mendapatkan guru yang berkwalitas, berdedikasi, dan memilki empati dalam mendidik anak didik. Bahkan bukanhanya hal itu yang menyebabkan guru tidak lagi dihargai dan dipandang orang yang tidak terhormat. Dikarenakan sikap dan peran guru yang cenderung menampilkan sikap yang tidak ubahnya seperti oarang yang tidak terdidik.
Maka dalam makalah ini akan dibahas apa saja yang menjadi penyebab hilangnya moralitas guru dan bagaimana sebenarnya yang harus dilakukan oleh seorang guru itu yang notabene merupakan penentu terhadapa anak didiknya tersebut.

Rumusan Maslah

Dari pemabahasan latar belakang diatas dapat ditarik sebuah rumusan masalah sebagai berikut:
a) Tugas guru dalam pendidikan
b) Kurangnya profesionalisme guru dalam pendidikan
c) Ketergantungan terhadap nilai
d) Kebiasaan pola fikir hidonistik dalam pendidikan
e) Hilangnya moralias guru
BAB II

PEMBAHASAN
Definisi Guru
Tugas Guru Dalam Pendidikan
Guru merupakan orang yang mengajarkan ilmu terhadap anak didiknya yang patut digugu dan ditiru. Sehingga dengan adanya statemen seperti demikian tentunya untuk menjadi tenaga pendidik (guru) harus memahami terhadap apa yang sebenarnya menjadi kewajiban dirinya serta tugas-tugas apa saja yang harus dikerjakan sebagai tenaga pendidik. Dengan demikian guru didalam menjalankan tugasnya sebagai guru akan dapat menjalankan dengan baik. Adapun tugas-tugas guru dalam kaitannya dengan pendidikana adalah sebagai berukut:
1. Pendidik, yaitu mengembangkan keperibadian anak didik sehingga menjadi maju dan berekwalitas. Dan membina budi pekerti anak didik, karena kebanyakan guru pada modern kali ini cenderung hanya membina kecerdasan ketimbang pembinanan moralitas anak didik. Dalam kenyataannnya, tidak sedikit guru yang mengabaikan faktor afektik atau sikap siswa. Menurut Suharjono perubahan afektif anak didik tamapaknyua memang kurang mendapat perhatian dalam peraktek pembelajaran. Hal ini mungkin didasarkan bahwa:
a. Guru mendapat kesuluitan dalam meracang pembelajaran afektif, hususnya dalam tujuan pembelajarannya.
b. Adanya kesuliatan dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran yang cocok guna dapat mengubah sesuatu dalam diri anak didik yang berhubungan denagan perasaan, emosi, sistem nilai dan sikap.
c. Tidak mudah untuk menilai ketercapaian afektif anak didik. Sehingga menimbulkan pertanyaan, apakah tidak ada standarisasi atau kurangnya perhatian guru terhadap nilai moralitas.
Tiga alasan ini mempengaruhi pola fikir kebanyakan guru sekarang sehingga hanya menitik beratkan pada kecerdasan kognitif saja. Akibatnya guru banyak bertumpu pada hasil belajar dan sering mengabaikan proses belajar.
2. Pengajar, yaitu menyampaikan ilmu pengetahuan yang didapat sejak dia duduk di bangku pelajaran dan yang didapat dari buku-buku yang dibacanya. Karena guru merupakan pengalaman masa lalu dan penentu masa sekarang, sedangkan anak didik adalah penentu masa sekarang dan amsa yang akan datang.
3. Fasilitator, yaitu memfasilitasi anak didik agar bertamabah maju dan mengembangkan potensi dirinya serta membantu anak didik ketika dia menemukan kesulitan dalam mata pelajarannya.
4. Pembimbing, dengan cara memberikan petunjuk terhadap apa yang diinginkannya dan mengenal permasalahan yang dihadapi anak didik itu serta menemukan pemecahannya.
5. Pelayanan, dimana seorang guru memberikan pendidikan yang aman dan nyaman sesuai dengan perbedaaan individu anak didiknya.
6. Perancang, yaitu menyusun program pembelajaran dan pengajaran yang berdasarkan kurikulum yang berlaku serta menyusun rencana penbelajaran.
7. Pengelola, melaksanakan adminidrasi kelas dan memilih strategi dan metode pembelajaran yang efektif.
8. Inovator, menemukan strategi mengajar yang efektif dan mau mencoba dan menerapkan strategi dan metode pembelajaran yang baru.
9. Evaluator, guru harus melaksanakan penilaian (mengevaluasi) anak didik dan mengadakan pengayaan dalam pengajaran.
Hal demikianlah yang seharusnya di sandang oleh seorang guru bukan suatu hal yang dapat merusak terhadap reputasi guru itu sendiri. Sebagai lambang dan penentu masa depan bangsa.
Bahkan imam gazali (1058-1111) Menyebut dalam karyanya yaitu ihya ulum AL-SIN megenai apa yang harus di miliki dan menjadi kerakterlstik tenaga pendidik:
mempunyai rasa simpati pada anak didik dan mengaggap serta melayani mereka seperti anak sendiri.
mengikuti tingkah laku dan sunnah Nabi Muhammat SAW. dan tidak meminta imbuhan karna perkhis matanya.
jangan memberi pelajaran sembarangan nasehat dan membenarkan mereka melaksanakan suatu tugas kecuali mereka benar-benar terlatih tentang perkara berkenaan.
dalam menentukan pelajaran-pelajarannya meninggalkan perilaku buruk, hendaklah dengan cara nasehat bukan dengan cara memarah-marahi mereka.
jangan sekali-kali merendahkan disiplin ilmu yang lain di hadapan anak didiknya.
hendaklah pelajaran-pelajarannya setakat pemahaman mereka jangan sekali-kali memaksa suatu hal yang tidak mungkin mereka mencapainya.
memberikan kepada anak didiknya yang kurang pintar bahan yang mudah di pahami, tentang, dan sesuai dengan perkembangan kognitif mereka.
Dari pembahasan yang telah diuraikan beik yang harus dilakukan sebagai pendidikan dan kareakterestik yang harus dilakukan dan dimilikinya, ternyata banyak guru yang masih jauh dari semua itu. Sehingga eksisntesi dan wibawanya cendrung nengelami pergeseran. Disamping itu, banyak yang mampengarui terhadap pergeseran pada wibawa guru tersebut diantaranya kondisi masyaraka yang masih lagi tidak menjungjung tinggi nilai etika dalam bermasyarakat. Banyak indikator yang semakin menghawatirkan intensitasnya mulai dari melambungnya harga BBM yang akhirnya berakibat terhadap naiknya harga harga kebutuhan pokok msyarakat, penggunaan obat-obat terlarang, mereknya situs-situs porno baik di internet atau hanphon (hp) masih banyak indikator-indikator lainnya.

Peran dan tugas utama guru dalam pendidikan
Guru sebagai pendidik tentunya tidak sama dengan orang biasa yang tidak memiliki status sebagai guru. Dimana guru sebagai pendidik, maka memiliki peran dan tugas utama yang disandangnya seperti yang diungkapokan oleh Wright sebagaiman dikutip Robiah Sidind dalam bukunya yang bertajuk classroom menegemen, menyatakan bvahwa guru memiliki dua peran utama, yaitu:
a. mempunyai peran menegemen
b. mempunyai peran instruksional.
Dari kedua peran ini maka guru dapat disebut menegeer sekaligus sebagai instruktur. Selain dari dua peran tersebut guru memiliki fungsi didalam kelas yaitu: pembimbing siswa dalam memecahkan kesulitan dalam belajar, Narasumber siswa untuk dapat menjawab pertanyaan siswa didalam menemukan pemecahan masalah dari beberapa sumber.
Maka dari sinilah dapat diketahui bahwa peran utama guru adalah menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai warisan budaya masa lalu yang dianggap berguna sehingga harus dilestarikan.
Selain itu terdapat tugas utama yang disandang oleh guru itu diantaranaya adalah:
mengetahui latar belakang, social ekonomi dan intelektual akademi siswa.
Mengetahui perbedaan individual siswa, potensi,dan kelemahan siswa, termasuk pembelajaran mereka.
Dari adanya peran serta fungsi dari guru tersebut diharapkan mampu menjadikan siswa atau anak didik menjadi insane yang sempurna bisa berbuat baik yang ahirnya bisa mencerdaskan bangsa ini.

Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Selain mengajar,guru juga, mempunyai tugas-tugas dan tanggung jawab lain sebagai berikut:
b. Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan berbagai cara seperti observasi,wawancara,melalui pergaulan,angket dan sebagainya.
c. Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan yang buruk agartidak berkembang.
d. Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan caramemperkenalkan berbagai bidang keahlian,keterampilan,agar anak didik memilihnya dengan tepat.
e. Mengadakan evaluasi setiap waktuuntuk mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan baik. Memberikan bimbimgan dan penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.

Sementara itu, menurut Oemar Hamalik, tugas dan tanggung jawab guru meliputi 11 macam, yaitu:
1. Guru harus menuntun murid-murid belajar
2. Turut serta membina kurikulum sekolah.
3. Melakukan pembinaan terhadap diri anak (kepribadian, watak, dan jasmaniah).
4. Memberikan bimbingan kepada murid.
5. Melakukan diagnose atas kesulitan-kesulitan belajar dan mengadakan penilaian atas kemajuan belajar
6. Mengenal masyarakat dan ikut aktif di dalamnya.
7. Menghayati, mengamalkan, dan mengamankan pancasila.
8. Turut serta membantu terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa dan perdamaian dunia
9. Turut mensukseskan pembangunan.
10. Tanggung jawab meningkatkan professional guru.

Fungsi guru atau pendidik dalam pendidikan
Dalam paparan yang diuangkapkan oleh Muhibbin Syah, pada dasarnya fungsi atau peranan penting guru dalam peruses belajar mengajar ialah sebagai director of learning (direktur belajar). Artinya, setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan peruses belajar mengajar.
Dengan demikian, semakin jelas bahwa peran guru dalam dunia pendidikan modern sekarang ini semakin meningkat dari sekedar pengajar menjadi direktur belajar. Konsekuensinya, tugas dan tanggung jawab guru pun menjadi lebih kompleks dan berat.
Fungsi guru atau pendidik dalam pendidikan diantaranya:
a. Sebagai pengajar (intruksioal) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilaksanakan.
b. Sebagai pendidik (educator) yang mengarahkan anak didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insane kamil seiring dengan tujuan Allah menciptakannya.
c. Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan diri sendiri, anak didik, dan masyarakat terkait, yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengkontrolan, dan partisipasi atas program yang dilakukan.

Ciri-Ciri Guru Yang Baik Dalam Proses Belajar Mengajar

Selain tugas dan tanggung jawab guru seperti yang telah disebutkan diatas, maka sebagai seorang guru atau pendidik tentunya harus memiliki ciri yang baik yang harus dimiliki oleh guru diantaranya:
Memahami dan menghormati murid; dalam artian memahami murid yang memiliki potensi, bukan sebagi botol yang kosong serta mendenagrkan aspirasi anak didik.
Menguasai bahan materi yang diberikan
Menyesuaikan Bahan pelajaran denagn kesanggupan individu murid.
Tidak hanya mengajar dalam artian menyampaikan pengetahuan saja kepada murid tetapi senantia mengembangkan bakat mnurid.

F. Beban Yang Disandang Oleh Seorang Pendidik Atau Guru
Sebagi pendidik guru harus hati-hati didalam kehidupannya karena seorang guru terdapat beban berat yang terdsapat pada dinya itu, dimana guru merupakan kunci sukses didalam pendidikan serta kebnerhasilan dalam budi pekerti. Dari gurulah anak didik akan mendaptkan ilmu dari apa yang dipelajari oleh guru tersebut.
Aubrey C. Danels mengatakan bahwa seorang pendidik harus mampu menggunakan penguatan positif agar orang-orang yang ada disekitarnya dapat bertindak derngan tingkah laku yang baik dalam hidupnya.
Apa lagi seorang guru harus mampu menajdi behavior meneger didalam kelas. Masalah yang kadang kala muncul pada seorang guru adalah guru mendapat perlakuan yang tidak baik dalam hidupnya atau profesinya, bahkan menjadi korban penyimpangan budi pekerti didalam hidupnya. Karena banyak sekali pada ahir-ahir ini terdapat guru yang dipandang oleh masyarakat sanagat tidak wajar untuk disebut sebagai guru. Dikarenakan oleh tidak adanya budi pekerti yang baik atau ahlak yang baik.
Pola pembelajaran budi pekerti seeharusnya dapat tercermin dari pelaksanaan pembelajaran setiap hanya harinya. Bagaimanapun juga guru harus memberikan pada siswa yang melakukan sebuah kesalahan. Bagaimana guru tidak mentolelir penyimpanagn-penmyimpangan yang dilakukan oleh siswa serta guru harus mengantarkan masa depan anak didiknya yang lebih baik.

Analisis

Kurangnya Profesionalisme Guru Dalam Pendidikan
Guru adalah lambang orang-orang lntelektual dan profesi, bahkan sekedar pekerjaan atau karir. Karna ltu mempunyai jiwa profinsionalisme, sehingga sebagai guru akan melaksanakan tugas sebagai orang pendidik dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. Pengamat pendidikan (milorson), menyabut tiga ciri profensi yaitu:
perilaku yang terorganisi
keterampilan yang didasarkan atas pengetahuan teoritis
kebutuhan akan latihan dan pendidikan dimana orang profesional diidentikkan dengan beberapa karakteristik yang harus dimiliki yaitu kepemilikan komponin intelektual, komitmen yang kuat akan karir berbasis pada kompotensi khusus, berorientasi akan melayani, memuaskan dan yang penting terlibat akan tanggu jawab.
Namun, masih banyak seorang guru yang masih jauh dari karaktesetik profensional itu. Guru masih cendrung kurang mengalami terhadap apa yang dibutuhkan anak didiknya di dilam pembelajaran, kurang mempunyai metode yang inerjik dalam pengajaran. Waktu yang tersedia dari beberapa menit tidak digunakan secara maksimal. Waktu yang tersedia tersebut hanya digunakan untuk mengapsen, menerangkan materi kadang kala materi yang dibahas habis di tengah jalan tanpa ada inovasi –inovasi baru.
Padahal mengajar merupakan pekerjaan akademis dan profensional. Kenyataanya masih banyak tenaga pengajar(guru) yang mereka masuk kelas tanpa mempersispkan perencanaan sama sekali karena dianggap bahwa mengajar merupakam pekerjaan rutin yang tiap hari dikerjakan dengan karakterestik anak didik yang setiap tahun sama. dengan demikian para guru tersebut mengajar sesuai dengan apa yang dia ingat dari mengajar sebelum-belumnya tanpa memperhatikan tingkat kompotensi anak didik saat dia akan memulai mengajar, karna tidak memiliki ukuran hasil evaluasi hari sebelumnya, dan ada juga mengajar sesuai rasa ke-guru-annya tanpa memperhatikan apa yang diperhatikan anak didik hari itu.

Ketergantungan Terhadap Nilai
Kebiasaan menyontek, bocoran soal, copy paste dalam penulisan makalah tidak bisa lagi dielakkan pada diri anak didik maupun mahasiswa sekarang. Ini menandakan betapa pentingnya nilai dalam pendidikan tanpa menghargai yang namanya proses dalam belajar. Kecendrungan akan semua lnl banyak dipengaruhi banyaknya guru yang menempatkan nilai itu menjadi tolak ukur keberhasilan anak didik tanpa memperhatikan keaktifan anak dalam kelas disetiap harinya sehingga takjarang anak didik yang mempumyai nalar kritis dan kecerdasan yang tinggi banyak menjadi korban dalam sistem pendidikan seperti itu. Disamping itu pula banyaknya informasi dan teknologi baik berupa perfilman yang banyak menyajikan program-program yang kurang mendidik
Ketika anak didik mempunyai argumentasi yang baik dan menyanggah pendapat gurunya dan menolak apa yang menjadi kebijakannya maka tidak jarang penulis menemukan nilai yang di dapatkan anak didik terdebut rendah walauupun anak didik terdebut pandai. Padahal apa yang di ungkapkan anak didik tersubut baik untuk masa depan pendidikan. Hal saperti ini masih menempatkan nilai menjadi tujuan awal. Bahkan dipeguruan tinggipun kadang kala dosen menerapkan demikian. Sehingga semister pendek (SP) harus di tumpuh oleh mahasiswa yang pandai.

Kebiasaan Pola Fikir Hidonistik Dalam Pendidikan
Budaya wasternalisasi dalam era globalisasi sekarang ini sudah menjadi penyakit akut yang menjalar dimana-mana, bahkan konstruk pola fikir manausia saat ini menjadi serba hedonis yang memposisikan material disetiap hidipnya. Kebahagian dan kesuksesan seseorang diukur dengan kekayaan yang melimpah. Maka banyak jalan yang ditempuh untuk memenuhi hal tersebut. Seperti halnya mencuri, merampok, menipu serta hal-hal lain yang sekiranya mendatangkan kekayaaan yang banyak walaupun didapatnya dengan jalan yang tidak baik.
Bahkan profesi guru saat ini menjadi tumpuan banyak kalangan karena sangat menentukan dan menjanjikan untuk memperkaya diri. Padahal pendidikan bukan tempat untuk memperkaya dan terkenal (Ira shol dan paulo friere, 2010). Sehingga dengan hal demikaian banyak lembaga yang didirikan walaupun syarat pendidiriannya tidak mencukupi syarat. Yang tidak lagi berorientasi untuk mencerdaskan bangsa. Padahal dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3 menegaskan:
” Pemerintah mengusahakan dengan menyelenggarakan suatu sistem penddikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undsang-undang”. Namun kenyataannya banyak lembaga yang dijadikan alat untuk mendapatkan uang. Karena prospek pendidikan saat ini mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, mulai dari gaji setiap bulannya, dana tunjangan, dana fungsional, anggaran 20% untuk pendidikan serta sertifikasi guru, walaupun tenaga pengajarnya tidak mempunyai profesionalitas yang tinggi.

Hilangnya Moralitas Guru
Disamping kurangnya profesionalitas guru, ketergantungan terhadap nilai, serta kebiasaan pola pikir hidonistik, hilangnya moralitas guru dan masyarakat juga mempengaruhi terhadap citra guru itu sendiri. Zaman modern kali ini sangat mempengaruhi terhadap gaya hidup seseorang. Dimana gaya hiddup slebritis yang sering menafikan aturan-atauran dijadikan contoh dalam hidupnya. Niali ahlak, saling menghargai anatara yang tua dan yang muda telah dikesanpingkan padahal hal ini yang akan mengancam terhadap kerusakan moralitas dan kebutuhan bangsa. Apalagi banyak kita temui guru yang tidak mempunyai moraliatas dan memberikan contoh yang baik terhadap anak didiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Sanjaya wina. Strategi pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2007.

Suparlan. Mwnjadi guru efektif. Yogyakarta: Hikayat publishing, 2005.

Khgoe yao tung. Simponi sedih pendidikan nasional. Jakarta: Abdi Tandur,2002.

Pos ini dipublikasikan di Pendidikan. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar